Iklan

Saturday, February 8, 2014

Kumpulan Dongeng Anak / PGSDBLOG (WAHYU) Part II


Merpati Putih dan Katak Pemalu


Seekor katak sedang memperhatikan seekor burung merpati putih yang terbang diatasnya, tak lama si merpati hinggap di dahan dekat sang katak, Sang katak pun segera menghampiri si merparti berbulu putih yang sangat cantik itu. "Hai merpati, senang sekali engkau bisa terbang kesana kemari tanpa merasa lelah". kata si katak.

"Engkau bisa menjelajah seluruh negeri karena kau bisa terbang kemana-mana" si katak kembali berkata kepada si burung merpati.



Tadinya burung merpati enggan menanggapi perkataan si katak, namun akhirnya si merpati menjawabnya " Hai katak yang pemalu, bukankah lebih enak engkau tinggal di danau seperti ini yang banyak sekali sumber makanan, sehingga kau tidak perlu lagi pergi mengembara kemana-mana?" tanya si merpati.

"Yah, memang betul, namun aku sangat bosan disini, aku ingin sepertimu bisa terbang kemana-mana".

Si merpati kembali enggan menjawab perkataan si Katak, namun akhirnya si merpati berkata dengan bijaksana "Hai katak, ketahuilah semua makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan janganlah kau melebih-lebihkan mahluk lain, sebab kau-pun tentu punya kelebihan sendiri yang mungkin kau belum tahu".




Kisah Si Kancil Dan Ayam Merak Yang Sombong


Suatu hari si kancil sedang bermain-main di hutan, dari kejauhan datanglah seekor burung merak. Si Merak datang dengan membentangkan ekornya yang besar dan berwarna sangat cantik sekali. Sesekali burung merak mengibas-ngibaskan ekornya agar diperhatikan hewan hutan yang lainnya.

"Hai kancil, lihatlah ekorku, apakah kau tidak terpesona melihat ekorku yang sangat indah dan cantik ini?" tanya si Merak kepada kancil yang sedang berbaring di bawah pohon. Rupanya si Kancil sangat kekenyangan setelah memakan timun dari kebun pak petani siang ini. "Ah biasa saja tuh, ekormu itu tidak jauh berbeda dengan ekor teman-teman kita yang lain", jawab si kancil dengan santai.



"Masa sih, semua hewan yang ada dihutan ini menyukai dan mengagumi ekor ku yang cantik ini, cuma kamu saja cil yang tidak mau mengakuinya", kesal si Merak kepada si kancil.

Si kancil merasa terganggu waktu tidur siangnya terpaksa mngelabui si Merak agar tidak sombong lagi. "Tahukah kamu Merak, kemarin aku melihat pemburu yang sedang mengincar ekor merak yang cantik untuk mereka potong dan jual?".

Belum Kancil selesai bercerita kepada Merak. Si merak sudah jauh berlari tunggang langgang meninggalkan si Kancil. "Ohh Tidakk.aku tidak mau di buru oleh para pencari ekorku yang cantik ini.."

Melihat tingkah si Merak, si Kancil hanya bisa tertawa dan kembali melanjutkan tidur siangnya.

Bersyukur akan apa yang telah kita miliki adalah hikmah dari cerita kancil hari ini.






Putri Bulan

lady_in_the_moon_poster-rfff92d8bde16431c81aea2176070645a_ix6_8byvr_216Suatu hari, salah satu teman Hou I menceritakan tentang “Pil Abadi” Hou I langsung mengirim utusannya untuk mendapatkan pil tersebut untuknya dari Ratu Barat.
Sang Ratu tinggal sendirian di atas sebuah gunung yang tinggi. Dia sangat jelek, giginya panjang dan tajam seperti harimau, dia juga memiliki sembilan buah ekor. Dia menghabiskan waktu membuat obat dari rumput, daun dan bunga. Pada awalnya, dia tidak ingin memberikan pil itu pada hamba Hou I. Ketika ia mengatakan siapa tuannya itu, ia menjadi takut. Dia cepat menyerahkan pil tersebut kepadanya.
“Katakan pada majikanmu bahwa pil ini sangat kuat?” Katanya. “Dia tidak boleh memakannya pada saat bulan purnama. Jika dia melakukannya, dia akan terbang langsung ke bulan.”
Hou I sangat senang mendapatkan pil tersebut. Istrinya menyimpannya di sebuah lemari di kamarnya. Suatu malam, saat dia menatap bulan purnama, ia tiba-tiba memutuskan untuk memakan pil tersebut. Tubuhnya terasa menjadi ringan dan injakannya meninggalkan tanah. Dia mulai mengambang di langit menuju bulan.
Ketika suaminya melihat kejadian tersebut, ia mencoba untuk menjatuhkannya dengan busur dan anak panah. Tapi dia sudah terlalu tinggi. Dalam waktu singkat, dia mendarat di bulan. Dia merasa sangat dingin dan kesepian. Dia pun memikirkan suaminya setiap hari dan ingin kembali padanya. Tapi tidak ada jalan bagi dia untuk melakukannya. Akhirnya, ia membangun sebuah rumah kecil di mana dia tinggal sendirian.
Sumber : http://ceritakisahdongeng.blogspot.com/2013/04/legenda-wanita-di-bulan.html




Nabang Si Penunggang Paus

Water-dragon-dragons-10584145-1024-768Pada suatu masa saat pulau Andalas dipimpin oleh Sultan Alam, datanglah raja dari Negeri Penyu bernama Si Meulu, menjumpai Sultan Alam, “Sultan Alam yang perkasa, hamba datang ke isatana tuan untuk mengadukan permasalahan yang sedang kami hadapi”, jelas Raja penyu Si Meulu dengan air mata berlinang.
“Wahai Raja Penyu sahabatku sampaikanlah apa yang menyebabkan engkau gelisah dan bersedih“, pinta Sultan Alam.
“Negeri hamba, pulau penyu, sudah tidak aman lagi, seekor naga raksasa bernama Smong telah menyerang dan membunuh rakyat hamba, setiap hari ada korban yang jatuh, sebagian rakyat hamba sudah mengungsi kepenjuru dunia karena khawatir akan dimangsa oleh Smong si naga raksasa itu”, jelas Raja Penyu sambil menangis.
Sultan Alam terpukul mendengar penderitaan rakyat dari kerajaan penyu, beliau sangat sedih atas kejadian tersebut. “ Sahabatku, aku akan membantu Kerajaan Penyu mengusir naga Smong tersebut”, janji Sultan Alam dengan suara bergetar.
Tak lama kemudian Sultan Alam mengumpulkan para menteri dan panglima kesultanan Alam dan menceritakan penderitaan Raja penyu Si Meulu dan rakyatnya di negeri Penyu. Maka berdirilah seorang Panglima Laot dan berkata,” Padukan Sultan Alam Perkasa nan bijaksana, izinkan hamba berbicara”.
“Silahkan Panglima Laot,” Sultan mempersilahkan.
“Sudah banyak laporan dari kapal dagang dan nelayan-nelayan dari Barus bahwasanya mereka melihat makhluk raksasa dari kejauhan saat belayar, makhluk itu bila bergerak menyebabkan gelombang yang tinggi”, Jelas Panglima Laot.
“Bagaimana cara kita mengusir makhluk tersebut Pang Laot?”, Tanya Sultan Alam.
“Hamba sudah berdiskusi dengan laksamana-laksaman angkatan laut kita, mereka semua ngeri mendekati perairan negeri Raja penyu Si Meulu, beberapa nelayan telah melihat banyak penyu melarikan diri dari pulau itu dengan tergesa-gesa”, tambah Panglima Laot.
Tiba-tiba seorang pangeran dari Negeri Barus berdiri, ”Yang Mulia Sultan Alam yang Perkasa, raja dari raja-raja negeri Andalas, izinkan hamba pangeran dari Barus berbicara mewakili Ayahanda hamba”.
“Silahkan Ananda, putra raja dari negeri Barus”, Sultan mempersilahkan.
“Kalau Paduka berkenan, saya mengenal seorang bocah, putra dari seorang Laksamana di Negeri hamba, ayahandanya telah lama hilang di laut, konon bocah tersebut telah mengelilingi seluruh samudra untuk mencari Ayahandanya namun belum berhasil menemukannya. Dia menguasai lautan lebih dari siapapun, kami menyebutnya Nabang si penunggang paus”, Jelas Pangeran dari Barus.
“Namun hamba tidak tahu dimana keberadaan bocah tersebut saat ini, karena dia hidupnya di laut dan selalu berpindah-pindah”, tambah Pangeran dari Barus.
“Lalu bagaimana kita mengenalinya?”, Tanya Sultan Alam.
“Apabila kita mendengar suara seruling yang sangat merdu namun menyayat hati penuh kesedihan, itu tandanya bocah tersebut ada di sekitar daerah tersebut”, jelas Pangeran dari Barus.
Sultan Alam terkesima mendengar cerita tersebut dan segera setelah pertemuan selesai Sultan memanggil Sahabatnya si Elang Raja.
“Elang Raja terbanglah engkau, carilah seorang bocah bernama Nabang si penunggang paus, saya ingin bertemu dengannya”, perintah Sultan kepada Elang Raja.
Maka terbanglah si Elang Raja menunaikan perintah sang Sultan. Keesokan harinya saat matahari mulai terbit di depan Istana Alam berdiri seorang bocah kurus berperawakan tinggi dengan seruling yang menggelantung di dadanya.
“Hamba diminta menghadap Sultan Alam yang Perkasa, raja dari raja-raja Negeri Andalas”, Jelas seorang bocah tersebut kepada pengawal Istana.
Kemudian pengawal istana membawa bocah tersebut kedalam istana untuk menghadap sang Sultan yang semalaman tidak bisa tidur memikirkan malapetaka yang menimpa sahabatnya raja penyu.
“Engkaukah Nabang si penunggang paus?”, tanya Sultan penasaran.
“Benar tuanku, hamba bernama Nabang yang paduka maksud”, jawab bocah itu.
“Nyanyikanlah sebuah lagu untukku”, pinta Sultan.
“Hamba hanya menyanyikan lagu kesedihan Paduka Tuannku”, tambah Nambang.
“Ya, saya ingin mendengarkannya”, pinta Sultan Alam.
Kemudian bocah tersebut mulai meniup serulingnya, Sultan dan orang-orang di istana yang mendengar alunan seruling tersebut seketika mengalirkan air mata merasakan kesedihan yang mendalam dari alunan seruling tersebut. Setelah selesai mengalunkan sebuah lagu dengan serulingnya bocah tersebut bertanya, ”Tuangku Sultan Alam yang Perkasa, raja dari raja-raja negeri Andalas, apakah yang paduka inginkan dari hamba sehingga paduka meminta hamba menghadap paduka?”
“Ananda Nabang si penunggang paus, sahabat saya Raja Si Meulu, Raja penyu dari Negeri Penyu, telah datang menceritakan malapetakan yang mereka alami, seekor naga raksasa bernama Smong telah menyerang pulau mereka, naga Smong tersebut memangsang penyu-penyu tersebut”, terang Sultan Alam.
Nabang si penunggan paus mendengar dengan seksama.
“Tiada laksamana kesultanan yang berani menghadapinya, saya ingin mengangkat seorang laksaman untuk menghadapi naga Smong tersebut, seorang putra dari laksaman pemberani dari negeri Barus, Nabang si penunggang paus”, Sultan menjelaskan maksudnya.
“Sebuah kapal besar lengkap dengan peralatan perang dan pasukan angkatan laut pilihan sudah kami siapkan untuk Ananda laksamana”, jelas panglima perang kesultanan Alam.
Nabang si penunggang paus masih terkesima tidak terucap sepatah katapun, hingga akhirnya dia tersedar dan berkata, ”Sultan Alam yang perkasa, tiada makhluk yang mampu mengalahkan naga Smong tersebut, hamba tidak perlu kapal dan pasukan karena akan sia-sia, biarlah hamba pergi sendiri menjalankan perintah tuanku”.
Setalah memberi penghormatan kepada Sultan Alam, Nabang si penunggang paus pergi meninggalkan istana menuju pantai sambil meniup seruling dengan alunan kesedihan.
Keesokan harinya terjadilah perkelahian yang dasyat di samudra dekat pula penyu, negerinya Raja penyu Si Meulu, seorang bocah yang menunggangi ikan paus raksasa bertarung melawan naga raksasa. Beberapa kali bocah tersebut terlempar dari punggung ikan paus yang terpukul oleh ekor naga dan juga beberapa kali naga terjerebah ke dasar samudra terkena serudukan ikan paus. Pertarungan yang dasyat tersebut sepertinya akan dimenangkan oleh naga Smong, ikan paus sahabat si Nabang sudah terhuyung-huyuh dan jatuh kedasar samudra sedangkan naga smong terus menyerangnya. Saat melihat sahabatnya jatuh kedalam samudra, si Nabang mengambil serulingnya dan meniupkan alunan sedih, tanpa diduga naga yang mendengar alunan seruling tersebut menjadi tenang dan berhenti menyerang ikan paus dan tak lama kemudian tertidur pulas, setiap seruling itu berhenti mengalun naga Smong tersebut akan terbangun, maka ditiup lagi seruling itu oleh si Nabang. Kemudian ikan paus sahabat si Nabang mendorong naga Smong yang tertidur itu kedasar samudra dan mengurungnya didalam celah didasar samudra.
Keesokan harinya, Elang Raja datang menemui Sultan Alam, “Tuanku Sultan Alam, hamba membawa pesan dari laksamana Nabang si penunggang paus, bahwa dia sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah mengurung Smong si naga raksasa tersebut di dasar samudra,”
Sultan Alam gembira sekali mendengar berita dari Elang Raja.
“Paduka Tuanku, laksaman Nabang si penunggan paus, juga meminta kepada Tuanku Sultan Alam menyampaikan kepada rakyat seluruh negeri Andalas apabila suatu hari nanti naga raksasa tersebut terbangun, dia akan mengamuk sehingga bumi bergoncang kuat maka mintalah rakyat untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi, naga Smong akan menghisap air laut hingga surut lalu dia akan menghamburkannya sehingga air laut bergelombang tinggi akan menyapu daratan. Kemudian naga Smong akan tertidur lagi untuk mengumpulkan tenanganya dan akan terbangun lagi untuk menggoyang dasar samudra tempat dia dikurung”, Jelas Elang Raja.
Maka sejak itu Nabang si penunggang paus menetap di pulau penyu bersama Raja penyu Si Meulu dan rakyatnya, menjaga pulau tersebut dari amukan gelombang raksasa yang sekali-sekali menyerang pulau Si Meulu.
Apabila terjadi gempa besar dan air laut surut maka orang-orang dipulau Simeulu akan berteriak SMONG!, SMONG!, SMONG!, untuk mengingatkan orang-orang akan datangnya gelombang tinggi dari laut (tsunami).

Kumpulan Dongeng Anak / PGSDBLOG (WAHYU)


Kesombongan Capung

"Hooi, teman-teman? Nuni Nuri, Kiki Kutilang, Gaga Gagak, hooi, lihat, coba lihat sayapku.., lihat, indah kan?" kata Caca Capung. Caca Capung, bangga sekali ia dengan sayapnya. Memang indah sih, tapi…"Huuh, coba deh lihat si ulat bulu, teman-teman. Rupanya jelek sekali. Heh, ulat bulu, ngapain kau lihat-lihat kita. Kau pikir rupamu seindah kami," ujar Caca Capung ketus. Caca Capung menjadi sombong memiliki sayap yang indah. Bukan hanya ulat bulu yang tidak suka padanya. Tapi, teman-temannya, Nuni Nuri, Kiki Kutilang, dan Gaga Gagak juga sebal pada Caca Capung. Ulat bulu hanya bisa menahan kesal saja dalam hati ”Hmmh.., biarlah Caca Capung berkata apa saja yang ia suka. Suatu hari aku akan beri kejutan untuknya.” Hebat Si Ulat bulu, walaupun diejek, ia tetap tegar. Ia menganggap semua ejekan Caca Capung angin lalu. "Hai Ulaat, ulaat bulu, ulaat jelek, tampakkanlah wujudmu," sahut Caca Capung. Ada apa tuh? Caca Capung mau cari gara-gara lagi ya? Sepertinya ia kehilangan Ulat bulu. Sudah beberapa hari ini, Si Ulat tidak menampakkan diri. Caca Capung kebingungan mencarinya. Walaupun sering diejek, Caca Capung merasa Ulat bulu adalah satu-satunya binatang yang peduli dengannya. "Ulaat jelek, ulaat jelek, ulat bulu jelek keluar dong, ayolah keluar, tak usah malu dengan rupamu yang buruk," sahut Caca Capung yang terbang kesana kemari mencari Ulat bulu. Duh, maunya apa sih Caca Capung, kerjanya hanya buat onar saja. Eh, eh, tapi, ada apa di sebelah sana? Sepertinya, penduduk hutan sedang berkumpul. Mereka nampak membicarakan sesuatu. Ada pesta yang sangat meriah. Nampaknya semua penghuni hutan bergembira. Mereka kedatangan penghuni baru, seekor kupu-kupu, iya, iya, seekor kupu-kupu yang sangat cantik. "Uuh, siapa tuh, seekor kupu-kupu, indah sekali sayapnya. Waaah," ujar Caca Capung melihat keindahan sayap kupu-kupu. "Hai Caca, Caca, Caca Capung. Hihihi" Caca Capung kaget karena mendengar suara yang sepertinya ia kenal. "Hmmm, siapa ya yang tadi memanggilku, siapa ya, sepertinya aku kenal," kata Caca Capung. ”Caca, Caca, ayo, kita ikut berpesta," terdengar suara memanggil. Caca Capung masih penasaran dengan suara itu. Tahu ngga, itu suara siapa? "Kedengarannya sih seperti suara Si Ulat bulu. Tapi, aku sama sekali tak melihat Si ulat bulu? Eh, bener ngga sih, itu suara Si Ulat," ujar Caca Capung dalam hati. “Hai.. Caca, ini aku, temanmu yang selalu kau ejek, Si Ulat Bulu.” kata Si Kupu-kupu cantik. Benar, suara itu adalah suara Si Ulat Bulu yang selalu diejek Caca Capung. "Ooh, kok bisa sih?" ujar Caca Capung merasa heran melihat si Ulat Bulu yang selalu ia ejek dulu. "Bisa dong! Setelah ulat bulu tertidur panjang dan terbangun, ia akan berubah bukan lagi menjadi ulat, tetapi menjadi seekor kupu-kupu cantik," ujar si Kupu-kupu. "Ka, Kau, Si Ulat, Si Ulat yang selalu kuejek?" ujar Caca Capung merasa tidak percaya. Wah, lihat, Caca Capung gelagapan gitu, hihihi.. dia kaget karena teman yang selama ini diejeknya, menjadi cantik dan indah. "Ma, maaf, ya Ulat bulu, aku janji takkan sombong lagi," ujar Caca Capung yang menyadari kesalahan yang telah dilakukannya.






Batu dan Si Putri

Dulu sekali, di jaman kerajaan, istana, monster, naga dan cincin ajaib, hidup seorang laki-laki tua yang pekerjaannya bercerita kepada tua muda, cerita dongeng tentang apa saja. Si pendongeng berkelana dari desa ke desa dengan tas kulit di bahunya. Ia akan bercerita dengan imbalan makanan hangat dan tempat untuk tidur. Setiap dongeng ia ceritakan dengan sepenuh hati. Memang dongeng itu harus diceritakan, karena kalau tidak dongeng itu akan hilang bersama debu-debu. Di sebuah desa, penduduknya begitu bersemangat menyambut kedatangan si pendongeng. Pak walikota telah membuka balai desa dan mengumumkan digelarnya pesta desa. Semua orang datang ke pesta itu untuk makan, minum, dan tentunya mendengar cerita si pendongeng. Diantara mereka, ada seorang gadis muda, gadis dari peternakan. Ia sibuk mengumpulkan makanan di celemek yang dipakainya. Makanan itu untuk kakaknya, yang sedang berbaring sakit di rumah. Gadis itu dan kakaknya tinggal berdua saja. Ketika si pendongeng memasuki balai desa, semua orang bersorak gembira. Ayo, pendongeng, berceritalah! Pendongeng itu tersenyum. Meletakkan tas kulitnya di atas meja. Ia buka perlahan-lahan, terlihat banyak batu cantik di dalamnya. Ia lalu mengambil sebuah batu ungu. Si pendongeng mendekap batu tersebut di dadanya. Ia pun mulai bercerita, Pendongeng : Pada suatu hari, di sebuah hutan, seekor rubah bertemu dengan seekor beruang. Rubah tak pernah melihat beruang seperti itu, karena beruang ini terlihat begitu gembira. Wajahnya cerah sekali Penduduk desa terus mendengarkan dengan seksama. Ketika dongeng itu selesai, mereka meminta diceritakan satu dongeng lagi. Kali ini mereka meminta dongeng tentang cinta. Pendongeng : Di sebuah kerajaan yang jauh sekali, tinggal tiga gadis bersaudara. Ketiganya memiliki kegemaran yang berbeda-beda. Yang sulung sangat gemar berkebun. Di halaman rumah mereka, bunga-bungaan tumbuh dengan indahnya Ketika ia bercerita, mata semua yang mendengarkan berkaca-kaca karena haru. Hanya satu orang yang tidak tersentuh dengan cerita itu. Yaitu seorang pencuri yang mengincar batu-batuan milik si pendongeng. Ia berhasil mengambil beberapa buah batu dan menyimpannya di kantong. Namun, ketika hendak dijual, batu-batu itu berubah menjadi batu biasa.. Pendongeng : Itu adalah batu cerita. Tidak bisa dijual. Tanpa sebuah cerita, itu hanya menjadi sebuah batu biasa... Pendongeng bersiap-siap untuk bercerita lagi. Kali ini dongeng tentang harapan. Pendongeng : Pada suatu masa, di suatu tempat, tinggalah seorang gadis desa. Walaupuan tidak dandan, ia cantik sekali. Gadis itu rajin bekerja membantu orangtuanya Ketika dongeng itu selesai, gadis peternakan mendekati si pendongeng. Ia minta si pendongeng bercerita untuk kakaknya yang sakit. Pendongeng itu diam sejenak lalu berkata Pendongeng : Kamu saja yang bercerita. Pasti sama bagusnya dengan aku. Ia lalu memberikan sebuah batu biasa kepada gadis itu. Dengan senang hati, gadis itu pulang ke rumahnya. Kakaknya sedang berbaring lemah di tempat tidur. Ia lalu menceritakan kembali cerita si pendongeng, sambil menggenggam batu tadi. Ketika dongengnya selesai, wajah kakaknya terlihat lebih cerah. Setiap malam, gadis itu menceritakan dongeng kepada kakaknya. Dan setiap hari pula, keadaan kakaknya membaik, hingga akhirnya sembuh. Ketika matahari pagi muncul, sinarnya menyinari keduanya yang tertidur lelap. Dan di tangan si gadis peternakan, terdapat sebuah batu cantik, batu emas. 






Kura-kura dan angsa



Dahulu kala, di suatu danau di kota Magdha, hidup seekor kura-kura. Dua ekor angsa undan juga hidup di dekat sana. Mereka bertiga adalah teman yang sangat akrab.

Pada suatu hari, beberapa nelayan tiba di sana dan berkata, “Kita akan datang ke sini besok pagi dan menangkap ikan dan kura-kura.”



Pada waktu kura-kura mendengarnya, dia berkata kepada angsa-angsa undan, ” Apakah kalian dengar apa yang dikatakan nelayan-nelayan tadi. Apa yang akan kita lakukan sekarang?’

“Kami akan melakukan apa yang terbaik”. “Saya sudah pernah melewati waktu yang sangat mengerikan dahulu”, kata kura-kura. “Jadi bisakah engkau membantu saya pergi hari ini ke danau yang lain?”

“Tapi itu tidak aman untuk kamu dengan merangkak ke danau yang lain”, kata angsa-angsa undan.

“Baik, kamu bisa mengangkat saya ke sana dengan menumpang dua di antara kamu” jawab kura-kura sambil merasa bahagia sekali dengan dirinya sendiri.

“Bagaimana kita bisa melakukannya?” Tanya angsa-angsa undan.

“Masing-masing bisa memegang ujung kayu di paruhmu sementara saya memegang kayu tengahnya di mulutku. Kemudian jika kamu terbang, saya bisa ikut dengan kamu”, kata kura-kura.

“Rencana yang bagus sekali”, kata angsa-angsa undan. “Tapi ini juga sangat berbahaya karena kalau kamu membuka mulutmu untuk bicara, kamu akan terjatuh.”

“Apakah kamu mengira saya begitu bodoh?” Tanya kura-kura.

Kemudian pada waktu angsa-angsa undan itu terbang sambil mengangkat temannya si kura-kura di kayu, mereka terlihat oleh beberapa orang penggembala sapi yang berada di bawah.

Karena terkejut, para penggembala itu berkata, “Sesuatu yang aneh, lihatlah! Angsa-angsa undan sedang membawa kura-kura ke suatu tempat.”

“Wah, kalau kura-kura itu jatuh kita akan memanggangnya”, kata salah satu gembala sapi.

“Saya akan memotong dia menjadi bagian-bagian kecil dan memakannya” kata yang lain.

Mendengar kata-kata yang begitu kasar dari para gembala sapi, kura-kura lupa di mana dia sedang berada kemudian berteriak dengan marah, “Kamu akan makan abu.”

Pada saat dia membuka mulutnya, ia kehilangan genggamannya dan dia pun jatuh terpelanting ke tanah dan langsung disambar oleh gembala sapi kemudian dibunuh.

Angsa-angsa undan dengan sedih melihat kehancuran teman mereka (si kura-kura) dan dengan putus asa mengharap bahwa dia seharusnya mendengar nasihat mereka untuk tidak membuka mulutnya.

Oleh karenanya, nasehat yang baik itu tidaklah ternilai harganya.







Dua ekor kambing yang serakah



Dua ekor kambing berjalan dengan gagahnya dari arah yang berlawanan di sebuah pegunungan yang curam, saat itu secara kebetulan mereka secara bersamaan masing-masing tiba di tepi jurang yang dibawahnya mengalir air sungai yang sangat deras. Sebuah pohon yang jatuh, telah dijadikan jembatan untuk menyebrangi jurang tersebut. Pohon yang dijadikan jembatan tersebut sangatlah kecil sehingga tidak dapat dilalui secara bersamaan oleh dua ekor tupai dengan selamat, apalagi oleh dua ekor kambing.



Jembatan yang sangat kecil itu akan membuat orang yang paling berani pun akan menjadi ketakutan. Tetapi kedua kambing tersebut tidak merasa ketakutan. Rasa sombong dan harga diri mereka tidak membiarkan mereka untuk mengalah dan memberikan jalan terlebih dahulu kepada kambing lainnya.

Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun tidak mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut. Akhirnya keduanya bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya masih tidak mau mengalah dan malahan saling mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut akhirnya jatuh ke dalam jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di bawahnya.

Lebih baik mengalah daripada mengalami nasib sial karena keras kepala.







Anjing yang serakah



Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya.



Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya.

Sangatlah bodoh memiliki sifat yang serakah






Kancil dan buaya




Dongeng Sang Kancil dan Buaya (1)
Rasa ngelak yang tak tertahankan membuat Sang Kancil singgah sebentar ke Sungai Winongo. Baru saja kakinya diturunkan ke tepian air, dan kepalanya ditundukkan untuk minum – Blurrrrp!! kakinya terjepit oleh sesuatu.

Setelah diamat-amati ternyata seekor buaya telah menyergap kakinya. Seketika keringat dingin telah membasahi tubuh Sang Kancil. Terbayang dirinya bakalan dibawa buaya menyelam ke dasar sungai untuk dijadikan makan malam beserta keluarganya. Pfuhhhh!!



Sang Kancil berusaha keras menenangkan diri, dan mulai mencari jalan agar lolos dari cokotan mulut buaya.

“Hai Buaya yang gagah! Dengarkan aku. Kamu pasti pernah mendengar betapa lazatnya daging kancil. Tak ada duanya di dunia!”

Buaya diam saja sambil mengeratkan gigitannya.

“Daging kancil begitu harumnya, sehingga siapa saja yang memakannya, keringatnya akan berbau harum selama 40 hari. Keharuman khas kancil yang akan dikenali siapa saja dari jarak ratusan meter”.

Buaya nampak mulai tertarik dengan kata-kata kancil.

“Tapi dengar kata-kataku ini. Aku sedang dalam perjalanan ke Alas-Roban untuk menemui Kancilman yang ditugaskan untuk menghukumku. Kancilman ini super-jagoan andalan raja.

Berkat jubahnya dia bisa terbang secepat rajawali dan hidungnya mampu mengenali bau semua jenis kancil dari jarak seratus kilometer. Sia-sia saja aku coba larikan diri. Makanya aku sengaja datang menemui dirinya”.

Buaya tambah tertarik dengan kata-kata Sang Kancil sehingga menggoyang-goyangkan kepalanya.

“Sebulan lalu saat raja berkunjung ke hutan ini, aku telah membuat anak raja sakit dengan memberinya suguhan tikus clurut. Sakitnya makin lama makin bertambah parah dan kudengar dia mati seminggu yang lalu. Nampaknya Kancilman diutus membawaku ke istana untuk di hukum gantung. Tapi paling cepat dia akan sampai kesini dua hari lagi”

Buaya benar-benar tertarik dengan kata-kata Sang Kancil sehingga matanya berkedip-kedip.

“Sayangnya Si Kancilman ini rabun penglihatannya, sehingga dia hanya mengenali sasaran dari baunya. Aku khawatir dirimulah yang akan dibawa menghadap raja, karena bau dagingku akan melekat di tubuhmu selama 40 hari”

Buaya tampak mulai merasa takut.






Kancil dan kura-kura




Kancil dan kura-kura sudah lama bersahabat. Pada
suatu hari mereka pergi menangkap ikan disebuah danau.
Berjumpalah mereka dengan seekor kijang. Kijang
ingin ikut. Lalu mereka pergi bertiga.



Sampai disebuah bukit mereka bertemu dengan seekor
rusa. Rusa juga ingin ikut. Segera rusa bergabung
dalam rombongan. Dalam perjalanan, disebuah lembah
berjumpalah mereka dengan seekor babi hutan. Babi
hutan menayakan apakah ia boleh ikut. "Tentu saja,
itu gagasan yang baik, daripada hanya berempat lebih
baik berlima," jawab kura-kura.

Setiba di bukit yang berikutnya, berjumpalah mereka
dengan seekor beruang. Lalu mereka berenam
melanjutkan perjalanannya. Kemudian mereka bertemu
dengan seekor badak. "Bagaimana kalau aku ikut,"
tanya badak. "Mengapa tidak?", jawab semua. Bahkan
lalu bergabung pula seekor banteng.

Kali berikutnya rombongan kancil bertemu dengan seekor
kerbau yang akhirnya ikut serta. Begitu pula ketika
mereka bertemu dengan seekor gajah. Demikianlah,
mereka bersepuluh berjalan berbaris beriringan
mengikuti kancil dan akhirnya mereka sampai ke danau
yang dituju. Bukan main banyaknya ikan yang berhasil
ditangkap. Ikan kemudian disalai dengan mengasapinya
dengan nyala api sampai kering.

Keesokan harinya, beruang bertugas menjaga ikan-ikan
ketika yang lainnya sedang pergi menangkap ikan.
Tiba-tiba seekor harimau datang mendekat. Tak lama
kemudian beruang dan harimau terlibat dalam
perkelahian seru. Beruang jatuh pingsan dan ikan-ikan
habis disantap harimau.

Berturut-turut mereka kemudian menugasi gajah,
banteng, badak, kerbau, babi hutan, rusa dan kijang,
semuanya menyerah. Sekarang tinggal kura-kura dan
kancil yang belum terkena giliran menunggu ikan.
Kura-kura dianggap tidak mungkin berdaya menghadapi
harimau, maka diputuskanlah kancil yang akan menjaga.

Sebelum teman-temannya pergi menangkap ikan,
dimintanya mereka mengumpulkan rotan
sebanyak-banyaknya. Lalu masing-masing dipotong
kira-kira satu hasta. Tak lama kemudian tampak kancil
sedang sibuk membuat gelang kaki, gelang badan, gelang
lutut dan gelang leher. Sebentar-sebentar kancil
memandang ke langit seolah-olah ada yang sedang
diperhatikannya. Harimau terheran-heran, lalu
perlahan-lahan mendekati si kancil. Kancil pura-pura
tidak mempedulikan harimau.

Harimau bertanya, "Buat apa gelang rotan
bertumpuk-tumpuk itu?". Jawab kancil, "Siapa yang
memakai gelang-gelang ini akan dapat melihat apa yang
sedang terjadi di lagit". Lalu dia menengadah sambil
seolah-olah sedang menikmati pemandangan di atas.
Terbit keinginan harimau untuk dapat juga melihat apa
yang terjadi di langit.

Bukan main gembiranya kancil mendengar permintaan
harimau. Dimintanya harimau duduk di tanah melipat
tangan dan kaki. Lalu dilingkarinya kedua tangan,
kedua kaki dan leher harimau dengan gelang-gelang
rotan sebanyak-banyaknya sehingga harimau tidak dapat
bergerak lagi.

Setelah dirasa cukup, rombongan si kancil berniat
kembali pulang ke rumah, akan tetapi mereka bertengkar
mengenai bagian masing-masing. Mereka berpendapat,
siapa yang berbadan besar akan mendapatkan bagian yang
besar pula. Kancil sebenarnya tidak setuju dengan
usulan tersebut. Lalu dia mencari akal.

Tiba-tiba melompatlah kancil dan memberi tanda ada
marabahaya. Semuanya ketakutan dan terbirit-birit
melarikan diri. Ada yang jatuh tunggang langgang, ada
yang terperosok ke lubang dan ada pula yang tersangkut
akar-akar. Salaipun mereka tinggalkan semua. Hanya
kancil dan kura-kura yang tidak lari. Berdua mereka
pulang dan berjalan berdendang sambil membawa
bungkusan yang sarat.
"Berkat kecerdasan tinggi, yang lemah jadi kuat dan
yang ditindas jadi pemenang".






Semut dan sang belalang




Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit makan untuk dirinya.



"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim panas?"

"Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang; "Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu."

Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.

"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang Belalang lagi.

Ada saatnya untuk bekerja dan ada saatnya untuk bermain.






Kura-kura san sepasang itik




Seekor kura-kura, yang kamu tahu selalu membawa rumahnya di belakang punggungnya, dikatakan tidak pernah dapat meninggalkan rumahnya, biar bagaimana keras kura-kura itu berusaha. Ada yang mengatakan bahwa dewa Jupiter telah menghukum kura-kura karena kura-kura tersebut sangat malas dan lebih senang tinggal di rumah dan tidak pergi ke pesta pernikahan dewa Jupiter, walaupun dewa Jupiter telah mengundangnya secara khusus.



Setelah bertahun-tahun, si kura-kura mulai berharap agar suatu saat dia bisa menghadiri pesta pernikahan. Ketika dia melihat burung-burung yang beterbangan dengan gembira di atas langit dan bagaimana kelinci dan tupai dan segala macam binatang dengan gesit berlari, dia merasa sangat ingin menjadi gesit seperti binatang lain. Si kura-kura merasa sangat sedih dan tidak puas. Dia ingin melihat dunia juga, tetapi dia memiliki rumah pada punggungnya dan kakinya terlalu kecil sehingga harus terseret-seret ketika berjalan.

Suatu hari dia bertemu dengan sepasang itik dan menceritakan semua masalahnya."Kami dapat menolongmu untuk melihat dunia," kata itik tersebut. "Berpeganglah pada kayu ini dengan gigimu dan kami akan membawamu jauh ke atas langit dimana kamu bisa melihat seluruh daratan di bawahmu. Tetapi kamu harus diam dan tidak berbicara atau kamu akan sangat menyesal."

Kura-kura tersebut sangat senang hatinya. Dia cepat-cepat memegang kayu tersebut erat-erat dengan giginya, sepasang itik tadi masing-masing menahan kedua ujung kayu itu dengan mulutnya, dan terbang naik ke atas awan.

Saat itu seekor burung gagak terbang melintasinya. Dia sangat kagum dengan apa yang dilihatnya dan berkata:

"Kamu pastilah Raja dari kura-kura!"

"Pasti saja......" kura-kura mulai berkata.

Tetapi begitu dia membuka mulutnya untuk mengucapkan kata-kata tersebut, dia kehilangan pegangan pada kayu tersebut dan jatuh turun ke bawah, dimana dia akhirnya terbanting ke atas batu-batuan yang ada di tanah.

Rasa ingin tahu yang bodoh dan kesombongan sering menyebabkan kesialan.





Kerbau dan singa




Seekor kerbau jantan berhasil lolos dari serangan seekor singa dengan cara memasuki sebuah gua dimana gua tersebut sering digunakan oleh kumpulan kambing sebagai tempat berteduh dan menginap saat malam tiba ataupun saat cuaca sedang memburuk. Saat itu hanya satu kambing jantan yang ada di dalam gua tersebut. Saat kerbau masuk kedalam gua, kambing jantan itu menundukkan kepalanya, berlari untuk menabrak kerbau tersebut dengan tanduknya agar kerbau jantan itu keluar dari gua dan dimangsa oleh sang Singa. Kerbau itu hanya tinggal diam melihat tingkah laku sang Kambing. Sedang diluar sana, sang Singa berkeliaran di muka gua mencari mangsanya.




Lalu sang kerbau berkata kepada sang kambing, "Jangan berpikir bahwa saya akan menyerah dan diam saja melihat tingkah lakumu yang pengecut karena saya merasa takut kepadamu. Saat singa itu pergi, saya akan memberi kamu pelajaran yang tidak akan pernah kamu lupakan."

Sangatlah jahat, mengambil keuntungan dari kemalangan orang lain.






Serigala Yang Galau

Seekor serigala tampak murung di bawah jendela di sebuah rumah di musim dingin. Serigala itu tampak kurus sekali dan hampir kurus kering. Tak biasanya musim dingin kali ini panjang waktunya, sehingga banyak binatang di hutan yang mencari perlindungan di rumah-rumah penduduk kampung, sama seperti halnya serigala itu.

Dari kejauhan seekor bajing memperhatikan si serigala yang sedang galau tersebut, disapanya sang serigala dari atas ranting pohon dekat jendela rumah itu. "Hai serigala, kenapa kau murung saja, apakah kau belum makan?" tanya si bajing kepada serigala tadi.

"Sedari pagi aku lihat banyak kambing dan domba di ladang petani, namun aku lebih suka kepada suara yang berasal dari dalam rumah ini" kata serigala sumringah.
"Lho memangnya ada apa dengan suara dari dalam rumah ini, itu hanya tangisan bayi?" tanya si bajing penasaran. "Sedari tadi aku mendengar suara wanita itu dari dalam yang berkata kalau bayi itu tidak berhenti menangis maka si ibu akan memanggil aku kedalam untuk memakan si bayi tersebut", kata serigala senang.
Si bajing hanya tersenyum kecut dan hampir tertawa terbahak-bahak mendengar cerita si serigala. Dari pada ia di marahi serigala akibat menertawainya, ia lebih baik meninggalkan si serigala tadi dan masuk kedalam hutan.








Kumpulan Cerpen Anak / PGSDBLOG (WAHYU)

 Judul : Turutilah Kata Orang Tuamu

        Lily Masih saja cemberut dari kemarin. Lily cemberut karena tidak dibelikan kue stroberi di toko kue dekat rumahnya. " Sudahlah nak kan kamu tidak menyukai kue yang rasanya asam campur manis seperti itu .. " Ucap mama tiba - tiba dari belakang. " tapikan ma .. " ucap Lily memiohon " sudahlah tak usah bakas kue itu karena hari ini mama memasak nasi goreng kesukaan-mu. " baiklah .. " ucap Lily tetapi tetap saja dengan wajah cemberut.
        Di meja makan Lily masih saja cemberut padahal ada nasi goreng kesukaannya disana, ibunya, dan ayahnya. Ayah Lily yang melihatnnya langsung berbicara " Sudahlah .. kenapa  dari kemarin kamu cemberut rerus Lily .. " Lilypun menjawab "karena tidak dibelikan kue stroberi di toko kue ". "sudahlah Lily kamu pasti tak suka kue itu karena rasanya asam campur manis .. " ucap ayah Lily lagi. "Tapi aku mau kue itu ! " ucap Lily lagi lalu lalu meninggalkan meja makannya dan pergi ke kamar. Padahal masih banyak nasi goreng tersisa di piringnya.
       Tiba - tiba Mamanya Lily menemui Lily di kamar dan berbicara " Baiklah Lily Mama membelikan Kue Stroberi itu tapi tapi dengan satu syarat " " Apa itu " Ucap Lily "Kamu Harus menghabiskannya " " Ok " ocap Lily sambil mengedipkan sebelah mata.
        Sesudah membeli kue stroberi Mamanya Lily dan Lily pulang ke rumah. sesampainya di rumah. Sesampainya di rumah Lily langsung melahap kue stroberi itu. Baru setengah kue Lily makan tapi ia sudah berhenti padahal ukurannya tidak besar. Mamanya Lily yang melihatnya langsung berkata " Ingat Syaratnya .. ". Lily diam dan berkata " Ma .. ini terlalu manis dan asam " " Nah .. kan sudah mama bilang .. ". Lily cemberut dan meminta maaf. Maka kue yang setengah dimakan Lily itu dimakan Mamanya Lily karena Mubazir bila dibuang.


 Judul : Lihatlah Dirimu Sendiri

" Dibeli - Dibeli Ibu, Bapak, teman - teman donatnya " Ucap Hana deny an lantang dan tentu saja dengan senyuman. ternyata Hana sedang berjualan di bazar sekolah. Tiba -tiba Sisi,murid yang selalu mengatakan bahwa ayahnya seorang dokter. Datang dan langsung berkata dengan nada sombong " haha .. Lagi jualan na ? jualan apa ? " . Hana menjawab dengan sabar " Donat. Kamu mau beli ? Ada promo lho .. Beli 2 dapat 1 lagi gratis" " tidak, terima kasih. Aku kurang suka donat pinggiran .. Aku hanyal makan donat di toko donat ternama " balas Sisi dengan nada lebih sombong lagi. Bazar selesai Hana-pun segera pulang.

-----------


Sepilang dari Bazar Hana langsung mandi dan membeli bahan - bahan untuk membuat donat untuk membuat donat yang setelah itu dijual.
Di tengah pasar Hana mencari penjual bahan - bahan kue tetapi ada kejutan di pasar yaitu .. Hana bertemu dengan Sisi ! Disana Sisi menjual plastik - plastik . Hana-pun menghampiri Sisi dan berkata " hai Sisi Boleh beli plastik bening 1 tidak ? Sebab aku lupa membawa plastik bening " . Sisi melihat wajah pembelinya. Sisi terkejut dan dia segera meminta maaf karena sudah mengejek Hana dan segera mengambilkan plastik yang Hana inginkan dan tentu saja setelah itu Hana membayar plastiknya. Dan Sisi-pun tidak mengejek Hana lagi.

 

 

Judul : Mili dan Kolam permintaan

Mili dan Kolam Permintaan karya : Pocut Shafira Putri Aurora Hei namaku Mili. Sekarang aku duduk di kelas 3 SD. Aku tidak terlalu pandai dalam pelajaran matematika. Bukannya aku sombong tetapi memang nilaiku di atas rata rata kelas kecuali pelajaran metematika. Kadang nilai metematikaku pas sekali dengan KKM dan kadang hanya lebih beberapa angka. Itulah yang membuatku selalu ranking 3. tetapi aku tetap bersyukur karena selalu masuk 3 besar. Pada saat istirahat aku lihat semua anak perempuan berkumpul di depan kelas. Aku pun ikut berkumpul bersama yang lain. Ternyata temanku yang bernama Lily bercerita tentang kolam permintaan. Aku mendengar baik - baik apa yang dikatakan Lily. Aku sangat takjub ketika mendengar cerita Lily tentang seseorang bernama Lala belemparkan koin ke kolam permintaan serta menyebutkan permintaannya yaitu nilai ujiannya selalu bagus dan benar nilainya selalu bagus. Lily juga berkata kolam permintaan itu berada di jalan Raya Jakarta. Nah jalan Raya Jakarta ini dekat dengan rumahku. Sepertinya nanti sore aku akan pergi kesana. "Assalamualaikum.." ucapku didepan pintu gerbang rumahku sepulang sekolah "Waalaikumsalam" ucap mama sambil membuka pintu gerbang. "Ma nanti aku keluar rumah dulu ya sehabis mandi" ucapku sangat bersemangat "Boleh tapi kamu mau kemana li ?" tanya mama. "Ke kolam permintaan ma .. cuma butuh 1 keping koin kok" ucapku sambil mengedipkan sebelah mata. " ,e,eamg apa permintaanmu ? "Aku ingin nilai matematikaku selalu bagus .. besok kan juga ada tes matematika" ucapku agak santai "Ok tapi ingat dirumah ini ada peraturan 'selalu belajar pelajaran setiap sore - malam khususnya yang menjadi materi ulangan di esok hari '" ucap mama sambil berjalan menuju pintu rumah. "Ok ma .." ucapku Aku sudah sampai di kolam permintaan aku siapkan koin serta segera mengatakan permintaanku dan aku lemparkan koinku. Aku sangat senang aku segera pulang ke rumah sengan senyuman senang Sesampainya di rumah mama menyuruhku duduk di meja belajarku dan membaca buku catatan mengerjakan soal matematika sebenarnya ini yang kusebut belajar. Kegiatan ini ku jalani dengan sungguh sungguh. Aku belajar matematika sampai malam tetapi aku tetap senang Hari ini hari bersejarah bagiku karena aku akan mengahadapi ulangan matematika. walau pun itu hanya mengulang tetapi di matematika itu perlu ketelitian. Pak Tono memasuki kelas dan mengucapkan salam lalu membahas sedikit materi matematika setelah itu membagikan soal tes. Jantungku berdetak kencang. Kubaca doa dan segera mengerjakan soal. Semua soal kukerjakan dengan teliti. Ketika ku sudah selesai kuhitung ulang hasil jawaban ulangan matematikaku. walau aku aku mengumpulkan paling terakhir tetapi yang penting semuanya betul. Lalu Pak Tono mengatakan bahwa ia akan membagikan hasil nilai matematika besok. Jantung ku semakin berdetak kencang karena besok matematika adalah pelajaran pada jam pertama. Sudah lama kumenunggu saat - saat ini. Hari ini dibagikan hasil nilai tes matematika. Pak Tono memasuki kelas jantung berdetak kencang lagi. Murid - murid yang piket ditugaskan untuk membagikan hasil tes matematika oleh Pak Tono. Kebetulan Lily mendapat giliran piket dia membagikan nilai ulangan matematikaku. Dia mendekatiku dan membisikiku " Nilaimu hebat " lalu dia memberikanku nilai matematikaku dan ternyata nilaiku adalah .. sembilan koma sembilan (9,9) aku hanya salah satu soal setelah ku lihat .. jawabanku tidak salah. Aku mengatakan hal itu pada Pak Tono dan Pak Tono menjawab "Oh ya li maaf ya.. jawabanmu itu benar bapak akan segera mengubah nilaimu " ucap Pak Tono aku sangat senang Sesampainya di rumah aku langsung mengucap salam dan langsung memeluk mama aku mengatakan tentang nilai ulangan matematikaku. Mama sangat senang begitu pula aku dan tiba tiba mama berkata " apa kamu berpikir bahwa ini karena kolam permintaan " "ya" ucapku bersemangat "sebenarnya itu bukan karena kolam permintaan " ucap mama lagi "terus apa ?" tanyaku kebingungan "itu karena kamu belajar dengan sungguh sungguh" ucap mama lagi. Aku memeandang mama dan berkata "terima kasih ya ma sudah mengajariku " ucapku sambil menangis tanda terima kasih serta terharu dengan kebaikan mama mengajariku matematika. "sama sama" ucap mama sambil tersenyum. Hari bersejarah ini tidak akan kulupakan seumur hidupku.



 Judul : Buah Kejujuran
 Oleh : Ratna Kushardjanti
            Yasir masih saja memegangi lembaran-lembaran ratusan ribu rupiah dengan tangan bergetar. Matanya membulat. Seingatnya belum pernah sebelumya ia melihat uang sebanyak ini.
            Sejurus kemudian terdengar suara langkah kaki. Yasir cepat-cepat memasukkan lembar-lembar uang itu ke dalam dompet seperti semula. Dengan sigap disembunyikan dompet itu ke dalam tas kumalnya.
            “Yas, ayo main layang-layang ke tanah lapang!” Aji sepupu Yasir sudah ada di depannya, meraih layang-layang di kolong tempat tidur. Tepatnya balai-balai bambu tanpa kasur tempat mereka biasa tidur.
            “Ayuk! “  tawar Aji lagi melihat Yasir tak bergeming. Langkahnya terhenti sejenak. Tapi kemudian ia berlari keluar sambil menggerutu melihat saudaranya tak bereaksi.
            Apa sebaiknya kuceritakan saja perihal dompet ini pada Aji ya, bisik Yasir bimbang. Uang sebanyak ini tentu saja bisa untuk membeli sepeda baru impiannya dan melunasi tunggakan SPP tentu saja. Sudah dua kali ia membawa surat peringatan dari sekolah.
             Dari kecil Yasir tinggal bersama keluarga pakliknya. Lik Wardi adalah satu-satunya saudara yang tersisa yang kini merawat dirinya. Bapak dan ibu Yasir meninggal saat gempa bumi melanda Yogya. Mbak Romlah kakak satu-satunya pun ikut meninggal.Rumahnya rata dengan tanah. Suatu keajaiban Yadi yang saat itu berumur lima tahun sedang tidur pulas di atas tempat tidur  ditemukan selamat.
            Ah, mengingat bapak ibu membuat ada rasa sedih merayap di dada Yasir. Bapak yang bijaksana. Ibu yang di tengah kesibukannya selalu menyempatkan waktu untuk bercerita setiap kali mengantar Yasir tidur. Yasir mengusap air yang tiba-tiba  mengambang di sudut mata.
            Yasir masih ingat sebelum meninggal malamnya ibu bercerita tentang kejujuran seorang anak penjual susu. Betapa anak tersebut mengingatkan ibunya, meyakini Allah swt mengetahui apapun yang dilakukan manusia sekalipun khalifah tidak tahu. Ibu juga sering sekali berpesan pada Yadi bahwa jangan sekali-kali ia mengambil sesuatu yang bukan haknya.
            Deg! Dada  Yasir berdesir. Ia tersentak. Teringat kembali akan dompet itu. Tadi ia bahkan sempat berpikir akan menyerahkan saja dompet itu pada Lik Wardi. Lumayan bisa untuk menyambung biaya kehidupan mereka beberapa waktu.
            Sebetulnya Yasir sering merasa tidak tega melihat kehidupan Lik Wardi yang susah. Usaha tambal ban kecil-kecilan menurutnya jauh dari cukup untuk menghidupi isteri dan tiga orang anaknya. Belum lagi keberadaan Yasir di rumah ini tentu menambah beban pakliknya. Terkadang Yasir dan Aji sepulang sekolah menjajakan jasa menyemir sepatu. Tapi hasilnya tidak seberapa. Sekedar mengurangi jatah makan siang dan makan malam mereka berdua.
             Keadaan itulah yang mungkin membuat   Lik Yah isteri Lik Wardi gemar sekali mengomel sepanjang hari. Ingin rasanya Yasir menyerahkan uang yang ada di dalam dompet ini untuk sekedar membuat Lik Yah tersenyum. Tapi bukankah dompet ini bukan haknya?
            Yasir beristighfar.  Diraihnya kembali dompet itu dari dalam tas. Dompet yang ia temukan di tepi jalan sepulang sekolah tadi. Mencari-cari sesuatu yang ada di dalamnya.
            Nah, ini dia ketemu. Sebuah KTP tampak terselip rapi. Ada nama dan alamat. Matanya membulat,  Ternyata alamatnya tidak jauh dari kampung ini. Disambarnya sandal jepit bututnya. Yasir bergegas.    
*******
         “Bodoh kamu Yas, kenapa tidak kau terima saja imbalan seratus ribu darinya. Kan lumayan bisa nraktir kita. Sekali-kali dong kamu nraktir kita. Betul gak Dim?”celetuk Doni kepada Dimas ketika akhirnya Yasir tak kuat menyimpan rahasia penemuan dompet itu. Kejadian yang sudah sepekan ini ia simpan rapat-rapat. Dimas manggut-manggut membenarkan.
            “Alaah, sok alim kamu Yas. Kenapa kamu ga cerita ke bapak? Coba uang itu kita ambil. Kita bisa beli sepeda polygon. Kan keren” Aji sepupunya yang sekaligus teman sekelas menimpali. Yasir ingat beberapa waktu yang lalu ia dan Aji sempat membelai-belai sepeda polygon yang nongkrong di  bengkel Mas Yanto. Selain usaha bengkel sepeda Mas Yanto juga menjual sepeda second berbagai merek.
            Yasir terdiam. Sebelum ia sempat menjawab Bima datang,memberitahukan bahwa Yasir dipanggil oleh Pak Prapto, kepala sekolah. Dengan berdebar-debar Yasir bergegas ke ruang kepala sekolah. Sengatnya ia tidak berbuat kesalahan. Atau jangan-jangan masalah tunggakan SPP yang belum juga terlunasi.
            Di ruang kepala sekolah ada seorang laki-laki sedang berbincang renyah dengan Pak Prapto. Rasa-rasanya Yasir sudah pernah bertemu. Ya, betul. Pak Jatmiko, pemilik dompet yang ia temukan waktu itu. Mengapa ia kemari?
            “Sini duduk sini Yasir. Ini Pak Jatmiko teman bapak kuliah dulu. Orang yang dompetnya kautemukan terjatuh di jalan tempo hari. Beliau sangat kagum akan kejujuranmu. Uang dan kertas berharga yang ada di dompet itu berjumlah sangat banyak dan tak ada selembarpun yang hilang.” Kata Pak Prapto. Yasir duduk tak jauh dari Pak Prapto. Ia menunduk kikuk. Ketika Yasir mengembalikan dompet ia ingat bahwa ia memang menyebutkan nama sekolah ini. Ketika itu Pak Jatmiko menanyakan sekolah Yasir. Tapi mau apa Pak Jatmiko kemari?
            “Dua hari yang lalu Pak Jatmiko kemari untuk mencari tahu tentang kamu. Ia terharu karena kamu ternyata sudah tidak punya orang tua dan hanya menumpang di rumah saudara yang kurang mampu pula. Ketika Pak Jatmiko tahu SPPmu belum terbayar beliau telah melunasi semuanya.” Lanjut Pak Prapto.
            Yasir terhenyak. Ia tak mampu berkata-kata. Senyum penuh terima kasih ia lemparkan pada Pak Jatmiko.
            “Tidak hanya itu. Kalau kau mau tinggallah bersama kami. Dua anakku kuliah di luar negeri. Isteriku sudah lama meninggal sedangkan aku tak ingin menikah lagi. Di rumah sepi sekali. Aku ingin kau jadi anak angkatku. Aku yang akan membiayai sekolahmu setinggi yang kau mau. Bagaimana?” Pak Jatmiko menyambung kata-kata Pak Prapto.
            Yasir merasa badannya bergetar karena terkejut dan bahagia. Beberapa hari yang lalu ia sempat mengutarakan keinginan berhenti sekolah kepada pakliknya karena Yasir meresa kasihan kepada pakliknya yang harus ikut membiayai sekolahnya.
Mimpinya menjadi ahli otomotif kembali berkibar di benaknya setelah beberapa waktu yang lalu dicampakkan jauh-jauh. Seketika Yasir turun ke lantai, sujud syukur.  Tak dihiraukan ada air menganak sungai di pipinya. Tak dihiraukan senyum haru kedua bapak di depannya. Ia ingat Bapak, ingat ibu, ingat Mbak Romlah. Terima kasih Allah.
                                                 *****
(Cerita ini memenangkan lomba menulis cerita pendek untuk anak dhuafa yang diselenggarakan oleh Majalah Hadila, Solo Peduli dan diterbitkan dalam kumpulan cerpen Rembulan di hati Rahmi1pada Bulan Agustus 2012)             
  Judul : Tendangan Maut
                                                    Oleh  : Ummi Ratna
                Semua ini berawal dari kemenangan  team futsal SD Intis melawan SD Alkhairaat. Sungguh, seumur-umur baru kali ini team futsal  SD Intis mengantongi  kemenangan. Bukan, bukan karena  anak-anak SD Intis tidak tangguh. Tapi sekolah ini merupakan sekolah baru. Level tertinggi adalah L-4 ( L four adalah sebutan bagi anak kelas empat) yang hanya terdiri  dari  enam anak. Itupun satu diantaranya perempuan. Wanda. Satu-satunya siswa perempuan di L4 yang  tidak tertarik futsal sama sekali sekalipun hanya sebagai supporter.
Jadi jika ada sekolah lain yang menantang pertandingan futsal semua siswa laki-laki di L-4 harus ikut berpartisipasi berjuang demi sekolah. Itupun personelnya masih kurang dan harus ditambah anak L-3 yang postur tubuh serta kelincahannya memungkinkan untuk menjadi personel pemain futsal. Biasanya Garda dari L-3 yang ikut bergabung. Novan dan Kayis berperan sebagai pemain cadangan. Hal yang sebetulnya kurang sepadan karena sekolah lain seringkali mengirimkan regu yang sudah teruji melalui seleksi ketat di sekolahnya serta rata-rata mereka sudah duduk di bangku kelas lima.
Kemenangan regu  futsal kali ini menjadi semacam euforia di Intis adalah merupakan hal yang wajar. Berkali-kali bertanding dengan SD Alkharaat mereka merasa selalu dipermalukan dengan kepahitan, yaitu kekalahan telak. Kali ini gol dari Ayasy, Garda dan  Dani seolah membayar kekalahan yang selama ini mereka rasakan. Enam-dua cukup membuat team SD Alkhairaat gigit jari meskipun mereka mambawa puluhan supporter dari sekolahnya. Supporter yang biasanya gegap gempita menyambut kemenangan regunya dan seringkali menciutkan hati anak-anak Intis.
Seperti janji Mr Bambs direktur sekolah merek jika SD Intis menang masing-masing yang berhasil mencetak gol akan mendapatkan sepuluh ribu rupiah sedangkan pemain lainnya mendapatkan masing-masing lima ribu rupiah. Tidak banyak memang. Hanya sekedar motivator tapi cukup membuat senyum mereka mengembang mendapatkan tambahan uang saku.  
             Bagi Ayasy masalahnya tidak sekedar uang sepuluh ribu.  Tampaknya lebih dari itu. Harga diri. Kemenangan regu SD Intis sekaligus dia sebagai pencetak gol fantastis adalah suatu kebanggaan sendiri. Kemenangan regu Intis yang menjadi buah bibir seluruh siswa berikut para educator. Tendangan hebat  Ayasy yang dibubungkan dari garis belakang yang dengan jitu langsung masuk ke gawang lawan menjadi pembicaraan. Mr Anto sebagai pelatihnyapun tak henti memuji. Ayasy merasa berada di atas angin. Ia seolah-olah menjadi pahlawan yang sangat berjasa karena berhasil mengalahkan SD Alkhairaat. Timbullah sombongnya. Di hadapan Wanda dan teman-teman di kelas lain tak henti dia bercerita tentang kehebatannya di lapangan futsal. Dia lupa bahwa kemenangan yang dirinya adalah kerja regu. Bukan karena kehebatan dirinya semata.
            Mulai hari itu Ayasy jadi merasa bahwa tendanganya sangat hebat terbukti dengan gol yang dicetaknya tempo hari. Ia mulai banyak bertingkah. Tidak hanya bola ia tendang. Kaleng bekas cat di halaman belakang sekolah, tempat sampah,  bahkan tempat pensil temannya yang kebetulan tergeletak di lantai kelas tak luput dari sasarannya. Terkadang di dalam kelas ia menendang-nendang angin bertingkah seolah sedang di lapangan. Hal itu membuat Ms Ayun wali kelasnya jengkel bukan kepalang. Beberapa temannya juga menggerutu akibat ulahnya.
            “Ayasy, ini di kelas bukan di lapangan. Jangan main tendang saja kamu ya” celetuk Ms Ayun ketika melihat Ayasy menendang buku Bahasa Indonesianya sendiri yang kebetulan terjatuh dari meja. Buku tersebut melayang-layang ke udara sebelum akhirnya jatuh tepat di atas mejanya. Ayasy tersenyum bangga memamerkan kebolehannya kepada Wanda yang ada di depannya. Wanda hanya mencibir. Ms Ayun geleng-geleng kepala. Hingga suatu pagi Ayasy kena batunya....
            Pagi itu seperti biasanya pelajaran Qiroati. Tiap pagi di awal hari anak-anak Intis belajar baca tulis Alqur’an sebelum opening. Semua anak sibuk. Ada yang sedang membaca disimak oleh educator ada yang sedang menulis, menyalin buku qiroati di hadapannya. Sebagian yang lain menyetorkan hafalan Al Qur’annya.
 Ayasy juga sibuk. Tapi tidak membaca, menulis Qiroati atau setor hafalan. Rupanya ia sedang berkhayal menjadi pemain sepak bola ulung seperti Ronaldo. Kaki kanannya siap beraksi kembali dengan loncatan yang dahsyat ke udara seolah-olah sedang menendang bola di lapangan. Tapi entah bagaimana mulanya mungkin malaikat diutus Allah untuk memberikan pelajaran pada seorang hambanya. Tendangannya melesat  dengan cepat tepat menimpa besi penyangga meja yang kebetulan  papannya lepas sehingga permukaannya tajam.
            “Creesss....!” darah segar mengalir dari  punggung telapak kaki kanan Ayasy. Ayasy meringis menahan sakit. Dengan terpincang-pincang ia menghampiri Ms Ayun yang sedang mengecek hafalan Wanda.
            “Mis, tolong. Kakiku...” ucapnya terbata-bata. Demi melihat darah Ayasy Mis Ayun terlonjak. Sertamerta dibawanya Ayasy ke ruang UKS. Luka Ayasy dirawat, diberi betadin dan dibalut kasa. Ayasy merasa perih luar biasa. Jika di rumah mungkin saja dia sudah menangis. Tapi ini di sekolah. Dia adalah pemimpin regu futsal SD Intis. Apalagi teman-teman merubungnya, ingin tahu apa yang sedang terjadi. Wandapun ada diantara mereka. Menangis dihadapan mereka berarti meruntuhkan kewibawaannya, tentu saja.
            Ayasy masih saja meringis kesakitan. Tapi hari ini Ayasy telah banyak belajar. Pertama sebagai manusia tidak selayaknya ia menyombongkan diri ketika berhasil meraih kemenangan. Yang kedua, peringatan dari educator hendaknya selalu diperhatikan.  Ayasy menyesali ulahnya. Dalam hati ia berjanji untuk memperbaiki sikapnya pada masa-masa mendatang.
                                     Malik Tidak Takut Lagi
Sekolah sudah berjalan satu bulan. Tapi seperti hari-hari yang lalu Malik masih selalu saja memegang erat tangan Mama.  Entahlah ia merasa sangat ngeri jika mama pergi. Malik tidak mau mama pergi. Tapi Malik juga tetap ingin sekolah. Betapa tidak. Ketika pertama kali ia datang ke sekolah ini diantar papa dan mamanya hatinya begitu terlonjak. Tak sabar rasanya unuk segera masuk menjadi siswa kelas 1 di sekolah ini.
Dan kini harapanya terkabul. Malik yang sudah terdaftar sebagai murid kelas satu di SD Intis memulai hari-hari pertamanya di sekolah. Teman Malik banyak. Ada Nia yang cantik, Alea yang ceria, Zaidan yang lucu, Iffah yang imut, Hafidz yang baik dan teman yang lainnya. Mrs Usna dan Mrs Ika educator kelas 1 pun adalah sosok yang ramah dan menyenangkan. Tapi Malik masih saja merasa takut. 
Judul : Kegigihan Siwi
 Oleh : Ratna Kushardjanti AP
Siwi baru saja selesai membereskan bukunya di teras belakang ketika Prita menghampiri.
            “Sudah mengerjakan PR Matematika Siwi?” tanya Prita. Sepertinya Siwi tahu kemana arah pertanyaan Prita. Prita yang malas mengerjakan PR selalu menodong Siwi agar menyerahkan pekerjaannya untuk dicontek.
            “Coba kaukerjakan sendiri dulu, Prita. Nanti kalau ada yang tidak bisa biar kubantu menjelaskan” ujar Siwi lembut. Ia tak ingin membuat tersinggung gadis di hadapannya. Tapi Siwi juga ingin menyadarkan Prita bahwa apa yang sering dilakukannya adalah keliru dan jusru merugikan diri sendiri.
            “Huh, pelit! Anak pembantu saja banyak tingkah. “ gerutu Prita kesal. Sejak Mak Sari diminta oleh mama Prita tinggal di rumahnya dan membawa anaknya yang tak lain adalah Siwi teman sekelasnya, Prita memang selalu memanfaatkan kepandaian gadis itu. Tak jarang ia meminta Siwi mengerjakan berbagai tugas dari sekolah yang seharusnya ia selesaikan sendiri.
 Siwi memang termasuk murid yang rajin dan pandai di kelasnya. Setiap kenaikan kelas ia tak pernah keluar dari rangking tiga besar. Itulah yang sebetulnya diam-diam membuat Prita merasa iri.
            Sebetulnya Siwi sendiri sering merasa risih dengan sikap Prita. Tapi selama ini ia seringkali tidak kuasa menolak keinginan Prita mengingat kebaikan keluarga Prita terhadap Mak Sari, emaknya Siwi. Mereka banyak berhutang budi terhadap Pak Yudi dan Bu Yudi, orang tua Prita.
            Sepeninggal bapak enam bulan yang lalu, Bu Yudi meminta agar Mak Sari dan Siwi mau tinggal di rumahnya. Biaya kontrakan rumah yang terus naik ditambah kondisi keuangan yang tidak memungkinkan membuat Mak Sari tak kuasa menolak kebaikan Bu Yudi. Mak Sari sendiri sudah bertahun-tahun bekerja di rumah Bu Yudi. Tapi sebelumnya ia pulang ke rumah di sore hari  untuk mengurus keluarganya.
            “Cobalah dulu, Prit. Ini demi kebaikanmu agar kau juga paham” ujar Siwi lagi. Digenggamnya dengan erat buku matematika di tangannya. Tak sekali dua Prita main rebut ketika Siwi tidak mengijinkan Prita mencontek pekerjaannya.
            “Sudah, jangan sok!” dengan ketus Prita menimpali. Tangannya berusaha menggapai buku Siwi.
            “Prita, jaga sikapmu nak. Benar apa kata Siwi. Kamu sebaiknya mengerjakan sendiri PR mu. Bukankah Siwi selalu menawarkan bantuan ketika kamu bertanya.  Seharusnya kamu malu, Prita” tiba-tiba muncul Bu Yudi muncul dari ruang makan.
            “Mama kok membela dia sih?” Prita melotot ke arah Siwi sebelum dengan kasar ia berlari ke arah kamarnya dan menutup pintu dengan hentakan yang keras. Tak dihiraukan mamanya memanggilnya. Omelan panjang terdengar dari arah kamar Prita  membuat Siwi harus menarik nafas panjang.
            Siwi beringsut masuk ke dalam kamar tempat Siwi dan emaknya tidur. Emaknya tidak ada di kamar. Sepertinya ia masih mencuci piring bekas makan malam. Siwi ingin membantu emaknya. Niat itu diurungkan. Suasana hatinya sedang gundah. Jika terjadi pertengkaran antara Siwi dan Prita emak selalu menyalahkan Siwi, meminta Siwi mengalah dan meminta maaf. Tapi bukankan siwi tidak bersalah? Siwi mengusap air yang menggenang di sudut matanya dengan jemari.
            Siwi anak pembantu! Coba kalau gak dipungut mamaku sudah jadi gelandangan tuh anak! Ga tahu balas budi! Anak gembel belagu! Kata-kata pedas Prita masih terngiang-ngiang di telinga Siwi. Tidak di rumah tidak di sekolah. Kenapa Prita sering sekali memaki-makinya. Siwi menghela nafas sedih.
            Tiba-tiba ia teringat bapak. Bapak yang selalu membelanya ketika Siwi kecil diejek oleh teman-temannya. Bapak yang selalu menghiburnya dengan kata-kata yang sejuk ketika ia sedang sedih. Bapak yang meninggal karena tidak menghiraukan sakitnya, tetap mengayuh becaknya demi melunasi tagihan SPP Siwi dan demi tanggung jawabnya terhadap keluarga. Bapak yang akhirnya meninggal karenanya.
            Kau anak hebat Siwi! Anak sabar disayang Allah! Kita memang miskin harta tapi harus kaya iman dan ilmu. Gantungkan impianmu setinggi bintang di langit. Yakinlah kau pasti mampu meraihnya meski semua orang mencibirmu.
            Malam ini Siwi merasa seolah-olah bapak hadir di hadapannya. Dekat sekali, menyejukkan hatinya dengan kata-kata yang sering didengar. Dulu kata-kata itu sering diucapkan bapak. Tiba-tiba Siwi merasa rindu kepada bapak. Sejurus kemudian Siwi mendoakan bapak sebelum akhirnya ia terlelap.
                                                            *****
           Siwi terperangah. Air matanya mengambang di pelupuk mata. Tangannya sibuk menggerakkan mouse . Sesekali ia menyeka keringat di dahinya. Filenya hilang. Tulisannya hilang. Tulisan yang ia kerjakan berhari-hari untuk mengikuti lomba menulis karya tulis tingkat propinsi lenyap. Padahal batas akhir pengumpulan naskah lomba tinggal besok pagi. Siwi tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.
            Note book mungil yang dipinjamkan Pak  Yudi untuk mengerjakan tulisannya masih berkedip-kedip di hadapannya. Jangan-jangan ini ulah Prita?  Bukankah tadi malam Prita sempat meminjam sebentar untuk mengerjakan  tugas biologi? Menurut pengakuan Prita notebooknya sedang eror. Ah, jangan su’udzon. Cepat-cepat dibuang jauh-jauh pikiran negatifnya. Tapi sekarang harus bagaimana? Apakah ia akan urung mengikuti lomba? Tapi bukankah di lomba kali ini ia diutus sebagai duta dari kotanya untuk maju ke tingkat provinsi.Apa komentar Pak Burhan guru pembimbingnya di seolah jika Siwi batal mengikuti lomba?
         Ya, beberapa bulan lalu Siwi sebagai perwakilan dari sekolah telah mampu memenangkan lomba karya tulis tingkat kota. Siwi telah berhasil mengalahkan pesaing-pesaingnya dari SMP lain. Betapa tiap hari ia harus pulang sore  untuk mengerjakan karyanya di sekolah dengan menggunakan komputer sekolah. Kali ini Pak Yudi yang merasa kasihan kapada Siwi berkenan meminjamkan sebuah notebook yang bisa digunakan lebih fleksibel. Ia boleh membawanya ke kamar untuk menyelesaikan naskah lomba. Tapi naskah yang sudah siap itu kini lenyap.
         Siwi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana ini bisa terjadi? Mungkin ia telah salah memencet tombol sehingga terdelete. Ah, rasa-rasanya tidak. Hampir putus asa hatinya. Diseretnya langkah kakinya ke kamar mandi untuk berwudhu. Ahad pagi yang cerah ini ia lupa belum menunaikan sholat dhuha. Ia ingin membawa kegundahannya. Mengadu pada yang Maha Kuasa.
                                                      ******
           SMPNegeri 1 heboh. Semua orang membicarakan gadis manis  anak kelas 2B yang memenangkan juara menulis karya tulis tingkat provinsi. Gadis yatim yang selalu berjilbab rapi dan bersikap santun mendapat penghargaan dari bapak gubernur. Hadiah uang yang diterimanya telah memberangkatkan umroh Mak Sari, emaknya tercinta. Mak Sari tak kuasa menahan kebahagian dan keharuannya.
          Pritapun telah mengakui kesalahannya. Diam-diam ia mengagumi kegigihan Siwi, teman yang sering ia ejek dengan sebutan anak pembantu. Ternyata Prita harus mengakui kehebatan Siwi dibanding dirinya. Prita merasa malu dan menyesal. Ia meminta maaf pada Siwi. Ternyata betul, ia yang telah menghapus file Siwi tempo hari.
                                                        ******
          Selepas sholat dhuha pagi itu Siwi kembali masuk kamar. Dengan sekuat tenaga dikumpulkannya  segala pikirannya untuk menulis ulang apa yang sudah ia tulis hari sebelumnya. Ia dengan sangat meminta ijin emak untuk tidak membantu emak hari itu. Konsentrasi menyelesaikan naskah lombanya. Berhenti hanya ketika ia merasa perlu. Sholat dan mandi misalnya. Tak lupa setiap usai sholat ia memohon petunjuk dan kekuatan pada yang kuasa.
           Akhirnya Senin pagi naskah itu selesai. Diedit seperlunya dan kemudian diserahkan panitia lomba. Siwi, anak Mak Sari telah  menyempurnakan semua ikhtiarnya.
      Setelah kejadian itu kini Siwi semakin murah senyum. Disampingnya selalu ada sahabat yang setia menemaninya. Prita. Mereka sering terlihat belajar dan bermain bersama-sama.
                                                 ************
(Cerita ini masuk dalam nominasi lomba menulis cerita pendek untuk anak yang diselenggarakan Majalah Hadila. dimuat dalam kumpulan cerpen Purnama di hati Rahmi Agustus 2012)

Pencarian Mp3 (silahkan cari lagu anda disini)